MIMPI DI UJUNG JALAN (cerpen)

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sawah hijau dan pegunungan, hiduplah seorang anak bernama zawil. Ia tinggal bersama neneknya yang sudah sangat tua dan hanya bekerja sebagai petani. Kehidupan mereka sederhana, namun penuh kehangatan. Sejak kecil, zawil telah menumbuhkan mimpi besar untuk menjadi seorang penulis. Setiap malam, ia duduk di sudut kamarnya yang gelap, menulis cerita-cerita imajinasinya di atas selembar kertas. Buku-buku tua yang diwariskan oleh ibunya menjadi teman setianya, meskipun dalam kondisi rusak dan lusuh.

Namun, zawil selalu merasa ragu dengan impiannya. Desa mereka sangat terpencil, jauh dari hiruk-pikuk kota besar, dan zawil merasa peluangnya untuk menjadi penulis sepertinya sangat kecil. Banyak orang di desa yang lebih sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka daripada memikirkan impian besar. Meskipun begitu, zawil tidak pernah berhenti menulis, meski tak seorang pun yang benar-benar mengetahui impian besarnya.

Suatu pagi, zawil mendengar kabar gembira yang datang dari pasar desa. Sebuah penerbit besar di kota mengadakan lomba menulis cerita pendek dengan hadiah yang sangat menggiurkan. Lomba itu terbuka untuk siapa saja, bahkan orang dari desa-desa terpencil seperti mereka. Hadiahnya bukan hanya uang tunai yang cukup besar, tetapi juga kesempatan untuk buku karya pemenang diterbitkan secara profesional.

zawil merasa sangat tertarik, tetapi ada masalah besar. Ia tahu betul bahwa untuk mengirimkan karyanya ke kota, ia membutuhkan uang untuk biaya pengiriman. Sayangnya, ia tidak memiliki uang lebih. Keluarganya tidak mampu, dan neneknya hanya bisa memberikan dukungan moral. Setiap kali zawil bercerita tentang lomba itu, neneknya selalu berkata, "Jika kamu memang ingin menjadi penulis, kamu harus berani mengambil langkah pertama, zawil. Keberanian itu penting."

Namun, zawil merasa terhalang. Tanpa biaya, bagaimana ia bisa ikut lomba itu? Ia pun merasa cemas dan putus asa. Keinginan untuk mengikuti lomba semakin menggelora, tapi rasa takut dan keraguan mulai menguasainya.

Suatu sore, saat zawil sedang berjalan di sekitar desa, ia melihat beberapa anak yang sedang membuat kerajinan tangan untuk dijual di pasar. Tiba-tiba, sebuah ide muncul dalam pikirannya. Ia bisa mencoba mengumpulkan uang dengan cara yang berbeda. Meskipun hidupnya serba terbatas, ia memutuskan untuk menjual karya seni kecil yang ia buat dari bahan-bahan bekas. Dia mulai menggambar dan membuat kerajinan sederhana seperti kalung dari biji-bijian dan gambar-gambar dari daun-daun kering.

Setiap hari setelah membantu neneknya di ladang, zawil berkeliling ke pasar dan menjual karyanya. Hasilnya memang sedikit, tetapi ia merasa bangga karena bisa sedikit demi sedikit mengumpulkan uang untuk biaya pengiriman. Semua uang yang diperolehnya disisihkan untuk tujuan satu itu mengikuti lomba menulis.

Akhirnya, setelah beberapa minggu berusaha, zawil berhasil mengumpulkan cukup uang. Dengan hati yang berdebar, ia mengirimkan ceritanya ke penerbit yang mengadakan lomba tersebut. Meskipun ia tidak tahu apakah ceritanya akan diterima atau tidak, ia merasa sudah melakukan yang terbaik. Ia juga merasa sangat puas karena akhirnya berhasil melangkah untuk mewujudkan impiannya.

Beberapa minggu berlalu, dan zawil sudah mulai melupakan harapannya, berfokus pada rutinitas sehari-hari. Namun, pada suatu pagi yang cerah, sebuah surat datang dari penerbit. zawil membuka amplop itu dengan tangan gemetar, dan begitu membaca isi surat tersebut, ia hampir tidak percaya. Ceritanya diterima! Penerbit ingin menerbitkan ceritanya dan memberikan honor yang cukup besar. zawil sangat terkejut dan bahagia. Ia langsung berlari ke rumah neneknya, sambil berteriak gembira. Neneknya menangis terharu melihat cucunya berhasil.

Dengan dukungan neneknya, zawil merasa lebih percaya diri. Kini, ia tahu bahwa meskipun impian itu tampak jauh, dengan usaha dan keberanian, ia bisa mencapainya. zawil mulai menulis lebih banyak cerita, dan karya-karyanya mulai dikenal.

Bertahun-tahun kemudian, zawil menjadi penulis yang dikenal di berbagai penjuru negeri. Meskipun ia telah sukses, ia tidak pernah melupakan akar dan perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Setiap kali berbicara tentang perjuangannya, ia selalu mengingat pesan neneknya: “Keberanian itu penting.” zawil pun memutuskan untuk kembali ke desa asalnya dan mengajar anak-anak desa agar mereka tahu bahwa impian mereka bisa menjadi kenyataan jika mereka berani mengejarnya.

Dari sebuah mimpi kecil di sudut kamar yang gelap, zawil berhasil mengubah hidupnya dan menginspirasi banyak orang. Kini, di setiap ujung jalan yang dilaluinya, ia tahu bahwa mimpi besar memang membutuhkan langkah pertama yang penuh keberanian.





Comments